Kupas Tuntas Sejarah Batik Bakaran (Nguri – Uri Budaya Jawa) : Peninggalan Kerajaan Majapahit
Pati, Bakaran Kulon – Tim Pengabdian Masyarakat Periode II KKN Universitas Diponegoro dengan bimbingan dr. Rani Tiyas Budiyanti, M.H melaksanakan kegiatan “Observasi UMKM Batik Ibu Miseh Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Bakaran Kulon Kecamatan Juwana Kabupaten Pati”. Selasa (07/07/2020), kegiatan dilaksanakan di tempat UMKM Batik Ibu Miseh bersama dengan Ibu Miseh selaku pemilik dan beberapa orang pegawai yang masih aktif selama masa pandemi Covid-19. Batik Bakaran ini sudah ada sekitar abad ke 14 dan berhubungan dengan seorang penjaga benda–benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah (Nyi Danowati). Beliau datang ke Desa Bakaran untuk mencari tempat persembunyian karena dikejar-kejar prajurit Kerajaan Demak.
Waktu itu, Kerajaan Majapahit yang diperintah Girindrawardhana yang bergelar Brawijaya VI (1478-1498) berada dalam desakan Kerajaan Demak yang menganut Islam. Sejumlah pengikut Brawijaya yang menganut Hindu-Buddha memilih hengkang dari Majapahit karena tidak mau masuk Islam. Bersama tiga saudaranya, yaitu Ki Dukut, Kek Truno, dan Ki Dalang Becak, mereka menyusuri pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ki Dalang Becak berhenti dan menetap di Tuban. Sedangkan Nyi Danowati, Ki Dukut, dan Kek Truno tetap melanjutkan perjalanan hingga sampai ke daerah rawa-rawa yang penuh dengan pohon druju atau sejenis semak berduri. Melihat hal tersebut Ki Dukut langsung membuka lahan yang disertai adanya perjanjian pembagian wilayah antara Ki Dukut, Nyi Danowati, dan Kek Truno. Daerah Ki Dukut dinamai Dukutalit, daerah milik Nyi Danowati dinamai Bakaran Wetan, Sedangkan Daerah Kek Truno dinamai Bakaran Kulon.
Nyi Danowati atau Nyai Ageng Siti Sabirah mendirikan masjid tanpa mihrab yang disebut SIGIT. Di pendopo dan pelataran Sigit itulah Nyi Danowati mengajar warga membatik. Motif batik yang diajarkan Nyi Danowati adalah motif batik Majapahit. Misalnya, sekar jagad, padas gempal, gandrung, magel ati dan limaran.
Ibu Miseh mulai membatik pada tahun 2011. Awal mula merintis Ibu Miseh masih membatik dalam skala kecil. Ibu Miseh membuat batik untuk disetorkan kepada pemilik usaha batik yang lebih besar. Pak Sarni adalah salah seorang pemilik usaha batik di Desa Bakaran Kulon yang menjadi pembeli tetap Batik Ibu Miseh. Ibu Miseh juga menerima pesanan bila ada yang ingin memesan kain batik. Dalam upaya mempromosikan usaha batiknya, Ibu Miseh juga melakukan promosi melalui media social seperti Facebook, Twitter, ataupun Instagram. Sekarang Ibu Miseh sudah memiliki banyak mitra atau pembeli tetap yang cukup banyak.
Pada masa pandemi seperti sekarang ini, sangat berpengaruh terhadap pelaku usaha seperti UMKM Batik Ibu Miseh. Hampir selama kurang lebih 4 bulan Ibu Miseh mengalami penurunan pesanan batik. Sebelum masa pandemi Batik Ibu Miseh biasanya bisa memproduksi hingga 30 helai kain Batik Bakaran, akan tetapi dengan adanya masa pandemi mengalami penurunan produksi hingga mencapai 10 sampai 15 helai kain Batik Bakaran per harinya. Hal tersebut tentunya mempengaruhi omset yang diperoleh Ibu Miseh.
Dalam observasi ini, penulis juga menyampaikan kepada Ibu Miseh untuk tetap menjaga protokol kesehatan seperti menjaga jarak antar pekerja, memakai masker, dan rajin mencuci tangan ketika melakukan kegiatan industri di era pandemi saat ini.
Editor : Rani Tiyas