Dengan Modal Nol Rupiah, Mahasiswa KKN Undip Ajari Masyarakat Membuat Kontainer Komposter Sederhana
Pati, Agungmulyo – Herni Fitriand, mahasiswa KKN UNDIP Periode II tahun 2020 melakukan kegiatan pendampingan masyarakat dengan sosialisasi cara membuat kompos sederhana. Kegiatan ini dilakukan pada Minggu (02/08/2020)di kediaman Ibu Sulastri dengan beberapa masyarakat RT 04 RW 01.
Sampah merupakan sisa buangan suatu produk yang tidak digunakan lagi. Sampah yang dihaslkan dari aktivitas rumah tangga ada beberapa macam, yang paling umum adalah sampah organik dan sampah anorganik. Dapat dikatakan sampah organik adalah sampah yang ramah lingkungan dan bisa diolah menjadi suatu yang bermanfaat.
Sebaliknya sampah organik akan menimbulkan penyakit dan bau yang kurang sedap jika keberadaanya dibiarkan saja tanpa dilakukan pengelolaan. Tidak hanya itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa sebesar 60% sampah yang ada di TPA merupakan sampah organik.
Sisa sampah organik di TPA akan tertimbun dan terurai tanpa oksigen (anaerob). Penguraian ini menghasilkan gas metana, dimana dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan efek rumah kaca dan pemanasan global yang tentunya akan membahayakan bumi.
Dengan beberapa permasalahan yang akan ditimbulkan dari keberadaan sampah organik ini, mahasiswa KKN memanfaatkan sampah organik menjadi kompos agar lebih bermanfaat. Kompos sebagai salah satu pupuk organik sangat baik dan bermanfaat untuk segala jenis tanaman. Dengan adanya pengomposan ini segala jenis tanaman yang ditanam akan cepat tumbuh dan berbuah.
Senin (27/07/2020), Herni melakukan simulasi pembuatan kompos terlebih dahulu untuk mengetahui berhasil atau tidaknya metode tersebut sebelum dilaksanakan sosialisasi. Metode yang digunakan adalah kontainer komposter, dimana ini adalah metode yang paling sederhana dan tidak mengeluarkan biaya sedikitpun.
Alat yang dibutuhkan adalah kontainer plastik bekas dan sekop untuk pasir. Sedangkan bahan yang dibutuhkan pertama adalah sampah organik apapun kecuali daging hewan, duri dan tulang, susu basi, lemak, minyak dan keju. Alasannya adalah sampah jenis seperti ini akan menarik lalat sehingga dapat menimbulkan belatung. Bahan selanjutnya adalah sampah daun kering, media tanam bekas atau tanah biasa yang bercampur kotoran hewan dan yang terakhir adalah air cucian beras yang sudah dibiarkan berhari hari.
Cara pembuatannya yaitu dengan memasukan sekitar 6 sekop tanah atau media tanam bekas ke dalam kontainer. Selanjutnya sampah organik dimasukkan dan diaduk – aduk mengunakan sekop. Kemudian masukkan air cucian beras agar suasana dalam kontainer lebih lembab sehingga mempercepat penguraian.
Jika dirasa keadaan kompos terlalu basah, masukkan sampah daun kering untuk penyeimbang kelembapan. selanjutnya masukkan media tanam bekas lagi untuk menutup sampah – sampah yang ada di dalamnya. Langkah terakhir adalah menutup seadanya dengan kardus atau plastik. Dalam satu minggu sejak pembatan kompos, beberapa sampah di komposter sudah terurai dengan sempurna dan berubah menjadi tanah. Dalam satu minggu tersebut dilakukan monitoring kompos dengan pemberian air cucian beras setiap hari untuk mempercepat penguraian.
Sosialisasi ini dihadiri sekitar enam orang dari masyarakat RT 04 RW 01 Desa Agungmulyo. Masyarakat sangat antusias dengan sosialisasi ini karena beberapa mengaku bahwa selama ini sampah organik yang mereka hasilkan menimbulkan bau yang tidak sedap. Dengan adanya program ini masyarkat jadi paham mengenai pembuatan kompos. Mereka berencana mengaplikasikan metode tersebut untuk mengelola sampah organik agar bisa digunakan untuk menanam cabai atau tomat agar lebih bermanfaat.
Sosialisasi ini juga dilengkai dengan poster tutorial pembuatan kompos sehingga masyarakat tinggal megikuti saja tahap – tahap yang harus dilakukan. Tidak hanya itu sosialisasi juga akan dilakukan secara door to door atau daring untuk masyarakat yang belum ikut sosialisasi secara langsung.
Penulis : Herni Fitriand, Teknik Lingkungan, FT, UNDIP
Editor : Rani Tiyas