Bersama UNDIP Cegah COVID-19 dengan Menanam TOGA dan Konsumsi Makanan Sehat Bernutrisi!

Semarang (05/02) ㅡ Pelaksanaan program kerja kedua dari kegiatan KKN UNDIP Tim 1 Periode 2021 di Kota Semarang, Kecamatan Gajah Mungkur, Kelurahan Sampangan RT008 yang berbasis pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) telah dilaksanakan dengan tema “Menanam Tanaman Obat Keluarga dan Konsumsi Makanan Sehat Bernutrisi sebagai Upaya Pencegahan COVID-19”. Sosialisasi dan edukasi dilaksanakan dengan mengundang sedikit orang dan door to door mengingat kondisi saat ini terdapat peningkatan kasus COVID-19 di Semarang.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa COVID-19 berdampak besar pada dunia dan mengakibatkan jutaan orang meninggal termasuk anak-anak usia dini pun dapat terkena oleh virus mematikan ini sehingga pemerintah membuat kebijakan khusus untuk mencegah COVID-19, salah satunya adalah dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat. Program kerja kedua ini sejalan dengan kegiatan KKN yang dilaksanakan. Dengan menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) kita bisa membuat obat secara mandiri dan dengan itu pula kita ikut menghijaukan pekarangan rumah. Selain dengan menanam TOGA, perilaku pola hidup bersih dan sehat yaitu mengonsumsi makanan sehat bernutrisi. Mengonsumsi makanan sehat bernutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh kita, tubuh kita menjadi lebih sehat dan kuat serta membuat imunitas tubuh agar tidak mudah terkena penularan COVID-19. Kegiatan ini telah dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan yang telah dianjurkan oleh Pemerintah Indonesia.


Melalui program KKN yang disosialisasikan dan diedukasikan oleh mahasiswi UNDIP ini bertujuan untuk berbagi informasi dan mengedukasi lebih lanjut kepada warga Kelurahan Sampangan RT008 tentang pencegahan COVID-19 bisa dilakukan dalam banyak hal, yaitu dengan menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan mengonsumsi makanan sehat bernutrisi. Booklet TOGA dan Makanan Sehat Bernutrisi dibagikan secara gratis kepada warga Kelurahan Sampangan RT008 agar masyarakat senantiasa ikut mencegah COVID-19, mengingat virus ini berbahaya dan belum berakhir hingga saat ini.
Penulis: Raniya Nirmala Gayatri ㅡ Fakultas Ilmu Budaya 2017
DPL: Bagus Rahmanda, S.H., M.H.