INVENTARISASI INOVASI PAKAN TERNAK DARI SEKAM PADI DI KELURAHAN SANGGRONG

Wonogiri (05/02) Kelurahan Sanggrong mempunyai bentang alam yang sangat bersahabat untuk ditanami berbagai macam tanaman pangan diantaranya adalah padi, jagung, kacang dan singkong. Potensi alam ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Pada umumnya, masyarakat Sanggrong memanfaatkan potensi alam tersebut dengan berprofesi pokok sebagai petani dan menjalani profesi sampingan sebagai peternak. Bagi masyarakat yang tinggal dipedesaan, aset atau harta mereka salah satunya diwujudkan dalam bentuk hewan ternak, diantaranya adalah sapi dan kambing. Tidak heran, hampir setiap rumah mempunyai sapi sebagai hewan peliharaannya. Setiap hari, hewan ternak tersebut mereka rawat agar disuatu saat, ketika sudah terdesak oleh suatu kebutuhan dapat diperjual belikan dengan layak.
Namun, proses perawatan ternak sapi maupun kambing tersebut, menjadi suatu masalah bagi sebagian masyarakat Sanggrong yang sudah mengenal profesi lain selain petani. Masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai kantor, pegawai bank, guru bahkan pedagang tidak mempunyai banyak waktu untuk mencari makanan untuk ternaknya di rumah. Jika hal ini tetap dibiarkan begitu saja, maka hewan-hewan ternak tersebut tidak dapat berkembang dengan maksimal. Inovasi yang digagas oleh Pak Sukadi muncul dari keresahan tersebut. Oleh karenanya, pakan ternak yang memanfaatkan potensi desa yang ada serta mengolahnya menggunakan mesin tersebut merupakan suatu trobosan baru yang memudahkan masyarakat Sanggrong dan sekitarnya dalam menyediakan makanan bagi ternak mereka. Kebutuhan nutrisi bagi hewan ternak juga akan terpenuhi dengan pengolahan pakan ternak tersebut. Untuk saat ini, inovasi ini telah dikembangkan di berbagai desa disekitar kelurahan Sanggrong, diantaranya adalah Desa Pingkuk, Desa Guno dan Desa Duren.
Selama menjalankan KKN Undip Tim 1 Periode 2021 ini, mahasiswa Undip yang KKN di Kelurahan Sanggrong mencoba untuk menggali kendala pengembangan inovasi pakan ternak dari sekam ini di tiga desa sekitar Kelurahan Sanggrong. Di Desa Pingkuk, inovasi ini sedang mengalami proses pengembangan dan mendapat antusiasme yang positif. Hanya saja perlu untuk sosialisasi dan pelatihan yang intens kepada masyarakat namun terkendala oleh situasi dan kondisi sejak pandemi covid-19 yang membatasi masyarakat untuk tidak melakukan kerumunan. Krisisnya jerami padi pada saat-saat tertentumengharuskan warga untuk mencarinya dilokasi yang jauh menyebabkan inovasi ini sangat bermanfaat apabila mampu diterapkan di Desa Pingkuk.
Di Desa Guno, inovasi ini mengalami kendala karena desa tersebut tidak mampu menghasilkan jagung yang diperlukan untuk kandungan nutrisi pakan ternak tersebut. Gagalnya panen jagung disebabkan oleh serangan kera, karena Desa Guno berada di sekitar kawasan konservasi. Sehingga mereka kesulitan untuk menghentikan serangan kera tersebut. Ada beberapa petani yang masih menanami kebunnya dengan jagung, namun ia harus menjaga kebunnya sepanjang waktu. Oleh karenanya, banyak petani yang tidak mau menanam jagung dimasa kini. Berbeda dengan Desa Guno, Desa Duren terhambat perkembangan inovasinya karena mesin yang digunakan untuk menggiling mengalami kerusakan. Hingga kini, pengelola inovasi di Desa Duren kesulitan menemukan pengganti alat yang rusak tersebut.
Untuk selanjutnya, inovasi Pak Sukadi tersebut akan didaftarkan kepada Bappeda Kabupaten Wonogiri sebagai inovasi Kelurahan Sanggrong yang selanjutnya akan dikembangkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.