MENARIK! GERAKAN ACTION BERSAMA WARGA TAMBAK MULYO: MENURUNKAN POTENSI KECEMASAN DAN MENGOPTIMALKAN KREATIVITAS ANAK SELAMA PANDEMI.
Sebagai dampak dari fase krisis yang disebabkan oleh COVID-19, berbagai negara mengambil keputusan untuk menutup seluruh potensi penyebaran virus yang tak terkecuali berdampak pada sistem pembelajaran jarak jauh. Sejumlah studi terkini pada masa pandemi menunjukkan terdapat dampak negatif yang dirasakan siswa terkait pembelajaran daring seperti jaringan yang tidak memadai dan kesulitan finansial untuk membeli kuota yang berdampak pada kesulitan menerima pembelajaran (Oktawirawan, 2020). Selain itu, proses adaptasi yang terlalu singkat mengakibatkan kurangnya kesiapan guru, orang tua serta siswa. Ketidaksiapan yang terjadi pada lingkungan pendidikan akhirnya memicu permasalahan psikologis pada siswa, yaitu kecemasan, sebab tugas yang diberikan kerap membuat anak merasa tertekan dan memicu kecemasan pada anak.
RW 15 Tambak Mulyo Kelurahan Tanjung Mas merupakan sebuah kawasan padat penduduk yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, secara demografis mayoritas penduduk merupakan anak-anak usia sekolah (SD s.d. SMA) dan lansia. Hal ini tentu sangat berkaitan erat pada dampak pembelajaran jarak jauh yang dirasakan secara masif oleh warga di RW 15 Tambak Mulyo. “Sebenarnya, pembelajaran jarak jauh ini sangat berdampak mbak, mengingat warga disini belum banyak yang memiliki HP keluaran terbaru sehingga anak-anak banyak mengalami hambatan. Disisi lain, sebenarnya, anak-anak tidak kekurangan aktivitas karena selama PPKM berlangsung, mereka tetap beraktivitas di surau untuk menjalankan pendidikan agama”, tutur salah satu warga yang berhasil diwawancarai.
Mengacu pada hal tersebut, penulis juga menemukan bahwa jumlah surau-surau kecil tempat belajar agama di RW 15 relatif banyak, yakni sejumlah tiga surau dengan masing-masing murid berkisar antara 30 s.d 50 anak di setiap suraunya. Hal ini semakin memperkuat adanya kebutuhan dari masyarakat RW 15 untuk difasilitasi terkait sarana pengambangan diri lain yang terhambat akibat kebijakan yang terjadi. Pasalnya, salah seorang warga juga menuturkan bahwa diluar jam pengajian anak-anak justru cenderung lebih mencari aktivitas yang kontra produktif sehingga perlu adanya media pembelajaran kreatif untuk membantu menangani persoalan tersebut.
Berkaca dari kondisi yang telah dipaparkan, terdapat kesenjangan yang terjadi dengan komitmen global berupa Sustainable Development Goals. Dalam komitmen global tersebut, ditekankan bahwa kesehatan dan kesejahteraan serta pendidikan berkualitas merupakan hak bagi setiap manusia, tak terkecuali anak. Target tersebut menjadi semakin krusial untuk dilaksanakan dan dipertahankan pada masa transisi pandemi yang sedang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, anak sebagai salah satu kelompok masyarakat yang sedang berada di fase “storm and stress” dihadapkan pada stressor baru pada masa pandemi, yaitu adaptasi sistem pembelajaran daring.
“Berangkat dari permasalahan yang ada, diperlukan program intervensi yang dapat menjaga kualitas pendidikan melalui kolaborasi bersama orang tua dan anak untuk menurunkan potensi kecemasan dan mengoptimalkan kreativitas selama masa transisi pandemi ini.
Intervensi yang dirancang ini, diharapkan dapat memampukan orang tua untuk memahami kondisi psikologis anak dan membantu memberikan penanganan dini dalam mengatasi permasalahan yang dimiliki anak. Adanya rasa keterbukaan, penghargaan, dan penerimaan tak bersyarat yang dilakukan oleh orang tua kepada anak akan menciptakan iklim pendidikan yang nyaman, kondusif, dan berkelanjutan.” Ujar Regi Afrilia.
Sementara, Handbook of ACTION (Art Creative Therapy Session) merupakan sebuah bentuk penanganan psikologis sederhana yang dikemas dalam bentuk buku sebagai media seni ekspresif anak. Program bersifat bebas budaya, mudah diterapkan, dan bebas biaya, sehingga harapannya program ini dapat diterapkan secara berkelanjutan sebagai media pencegahan dan media pemulihan gejala kecemasan pada anak.
Regi mengatakan bahwa “Luaran dari program ini mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengusahakan terwujudnya kesehatan mental dimulai dari lingkungan terdekat”.
“Senang nggih bisa mendapatkan buku ini, anak saya juga senang bisa isi waktu luang dengan buku yang mbak kasih”, tukas seorang ibu pemilik warung setelah mendapatkan sosialisasi.
Kecemasan tidak lagi menjadi suatu permasalahan karena hal tersebut dapat diatasi dengan tepat, dan cita-cita pendidikan menjadi selangkah lebih dekat.
Penulis : Regi Afrilia
Editor : Muhammad Zulfa Alfaruqy, S.Psi., M.A