ASHIAP! JABUNGAN, KELURAHAN KAYA POTENSI DI BAWAH PERBUKITAN TEMBALANG

Semarang – Agustus 2021, merupakan saat yang bahagia dari Kelurahan Jabungan saat menerima hasil pemetaan potensi daerahnya kedepan. Dengan hasil yang didapat berupa potensi positif yang harus dioptimalkan, namun terdapat pula potensi negatif yang harus segera diatasi dan dicegah.

Dengan potensi yang paling menonjol darinya ialah pengembangan terhadap pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Sesuai dengan arahan yang saat ini sedang digencarkan oleh kementrian energi sumber daya dan mineral (KESDM) yaitu memulai adanya peralihan ke sumber daya energi baru terbarukan. Dengan sungai-sungai yang memiliki aliran deras dan sistem pembendungan sederhana yang dapat dibuat, akan membuat daerah Jabungan memiliki prospek energi bersih dari kekuatan arus air.

Pict. Prospek micro-hidro pada sungai di sisi tenggara Kelurahan Jabungan

Sambari pihak pengawasan terkait lapangan wilayah Jabungan menuturkan bahwa sungai yang berada diwilayah tersebut memiliki arus yang cepat dan jarang mengalami kekeringan, namun terdapat potensi longsor yang terjadi disekitar tebing disisi-sisnya.

Air disatu sisi memang akan memberikan pasokan energi yang melimpah karena kuat dan deras arusnya. Namun disatu sisi lain, air yang deras dan topografi wilayah Jabungan berada pada kelerengan yang terjal membuat intensitas pergerakan tanah semakin besar. Bayang-bayang akan terjadinya suatu gerakan tanah atau longsor sangat dipahami oleh warga. Namun usaha mitigasi yang dilakukan masih belum cukup efektif, dikarenakan sedikitnya kesadaran akan menggunakan metode yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

Pict. Peta Potensi Wilayah Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang

Sektor vital yang seharusnya dilindungi dan dijadikan perhatian lebih seperti tempat sekolah dasar (SD Negeri Jabungan), jalan utama kelurahan, dan tebing curam pada daerah pemukiman. Dalam aspek kajian geologi yang dipetakan menggunakan beberapa faktor menunjukkan, pergerakan tanah yang ada akan cenderung terjadi pada saat musim penghujan. Dimana faktor ikat antar batuan dan tanah semakin melonggar dan kehilangan kestabilannya kemudian turun untuk mencapai titik yang stabil.

Febri Arianto Cahya Saputra

Fakultas Teknik

DPL: Dr.Eng Agus Setiawan, S.Si, M.Si