Takakura, Solusi Limbah Rumah Tangga
Semarang (14/8) – Kuliah Kerja Nyata Tim II Universitas Diponegoro 2021 masih dilaksanakan secara online, walaupun demikian hal tersebut tidak mengurangi dari nilai nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi yang salah satunya ialah pengabdian dari mahasiswa terhadap masyarakat. Kegiatan KKN Tim II Universitas Diponegoro Tahun Akademik 2020/2021 kali ini mengusung tema Sinergi Perguruan Tinggi dengan Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19 Berbasis pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui Kuliah Kerja Nyataā€¯.
Kelurahan Lamper Tengah, tepatnya RW 08 memiliki mayoritas penduduk yang bekerja sebagai penyedia warung makan. Warung makan dan kos-kosan serta rumah para warga banyak menghasilkan limbah organik yang tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Sayangnya, limbah limbah rumah tangga tersebut hanya dibuang dan ditumpuk ditempat sampah saja. Salah satu masalah terbesar yang tengah dihadapi Indonesia selain dari pengendalian Covid-19, adalah pengelolaan sampah. Tahun 2020, melalui konferensi pers yang dilakukan, Wakil Menteri LHK, Alue Dohong menyatakan bahwa jumlah timbulan sampah nasional pada 2020 mencapai 67,8 juta ton. Sebagai negara berkembang, jenis sampah terbesar yang dihasilkan penduduk Indonesia adalah sampah organik dengan rata-rata sekitar 60%. Sumber sampah organik terbesar sendiri yaitu berasal dari sektor rumah tangga. Padahal terdapat berbagai macam cara yang dapat kita lakukan untuk mengolah sampah rumah tangga kita menjadi berbagai barang bernilai, salah satunya dengan pembuatan kompos dengan metode Takakura.
Menanggapi hal tersebut, Khairunnisa (21) mahasiswi dari Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Matematika UNDIP yang sedang melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di RW 08 Kelurahan Lamper Tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang tergerak untuk melakukan pelatihan pengolahan sampah organik yang dihasilkan skala rumah tangga menjadi kompos dengan menggunakan metode takakura yang bermanfaat bagi tanaman dan bernilai ekonomis.
Kegiatan pelatihan pengolahan sampah organik menjadi kompos dengan metode takakura ini dilakukan secara daring (online) karena mempertimbangkan kondisi daerah Lamper Tengah yang berada dalam Zona Merah penyebaran COVID-19 dan untuk meminimalisir terjadinya perkumpulan dalam masyarakat dalam rangka PPKM yang diberlakukan di Lamper Tengah khususnya RW 08. Rangkaian kegiatan yang dilakukan yaitu Mahasiswa KKN membuat video pelatihan tentang proses pembuatan alat takakura dan pengomposannya secara runtut dan dengan menarik supaya masyarakat dapat memahami dengan mudah. Kemudian Mahasiswa KKN juga membuat modul pelatihan yang berisi materi tentang kondisi sampah saat ini, pengertian pengomposan dan takakura, serta tahapan pembuatannya.
Proses pengolahan sampah menjadi kompos tersebut diawali dengan mempersiapkan keranjang berlubang yang dilapisi dengan kardus. Kemudian masukkan bantalan sekam padi kuning ke dasar keranjang dengan tujuan menahan air. Campurkan kompos jadi sebagai media dan sekam padi kuning dengan perbandingan 1 : 1. Setelah tercampur, masukkan ke dalam keranjang dan posisi di atas bantalan sekam. Siapkan sampah organik, potong secara kasar dan masukkan ke keranjang di bagian atas campuran sekam dan kompos. Tutup bagian atasnya menggunakan bantalan sekam lagi. Proses pengomposan ini berlangsung selama 14 hari. Selama proses, kita dapat menambahkan bahan organik lain ke dalam keranjang dan menutupnya kembali setiap hari, hingga organisme hidup dan mengurai sampah-sampah tersebut. Setelah itu akan didapat pupuk kompos yang siap pakai.
Pengelolaan sampah organik rumah tangga dengan metode takakura ini dinilai mudah dilakukan karena bahannya mudah didapat, tidak memerlukan lahan luas, dan tidak menghasilkan bau. Dengan melakukan pengelolaan sampah rumah tangga sebelum dibuang ke tempat sampah, diharapkan dapat menekan angka penumpukan sampah yang diangkut ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) khususnya di Kota Semarang.
Penulis: Khairunnisa
DPL KKN: Dr. Amirudin., MA