KDRT? Mahasiswa Tim II KKN UNDIP Mengupas Serba – Serbinya!
Bogor (7/08/2022) Program sosialisasi mengenai KDRT ini merupakan program kedua Mahasiswa bernama Aisyaa Kay Ashila yang berasal dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Program ini dilaksanakan untuk memberikan pengentahuan lebih lanjut mengenai KDRT yang sangat marak terjadi saat ini. Program ini merupakan program yang berfokus terhadap edukasi warga RT 001 RW 12 Kelurahan Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan. Alasan pengadaan program sosialisasi mengenai KDRT adalah karena masih banyaknya kasus KDRT yang terjadi yang diperlukan adanya edukasi bagi semua orang terutama warga sekitar tentang KDRT dan Undang – Undang yang berlaku, Relevansi terhadap keilmuan dan SDG adalah SDG mengenai kesetaraan gender, SDG mengenai Perdamaian, keadilan, dan institusi kuat, serta Hukum Pidana. Program sosialisasi KDRT ini dilaksanakan secara daring melalui zoom dikarenakan keterbatasan tertentu. Tetapi hal ini tidak mengurangi antusias dan keaktifan warga selama berlangsungnya program ini.
Nah kita harus tau dulu apa itu KDRT. Kekerasan dalam rumah tangga didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dilakukan terhadap seseorang, khususnya perempuan, yang menyebabkan rasa sakit atau penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan/atau penelantaran rumah, termasuk ancaman untuk melakukan tindakan, pemaksaan, atau kehilangan kebebasan secara melawan hukum di dalam rumah. keluarga. Penelantaran rumah tangga terjadi ketika seseorang mengabaikan orang lain dalam rumah tangganya meskipun fakta bahwa dia diharuskan oleh hukum atau oleh perjanjian atau kesepakatan untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang itu. Selanjutnya, penelantaran termasuk setiap orang yang menumbuhkan ketergantungan ekonomi dengan membatasi dan/atau mencegah pekerjaan yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Rumah tangga yang sering terjadi kekerasan merupakan wadah penghidupan bagi penghuninya, yang meliputi suami istri, orang tua, anak, saudara sedarah, orang yang bekerja membantu rumah tangga yang bersangkutan, orang lain yang tinggal, dan orang yang masih atau memiliki hidup bersama dalam satu rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah fenomena baru dalam masyarakat Indonesia, menurut penelitian sosiologis. Isu ini sudah ada sejak lama dan terus ada. Perempuan hampir selalu menjadi korban kekerasan karena kekuatan patriarki membentuk budaya dan nilai-nilai
masyarakat kita, di mana laki-laki secara budaya diterima sebagai penentu kehidupan. Pada umumnya kekerasan terhadap perempuan dilakukan melalui konsep penguasaan terhadap perempuan, baik yang bersifat pribadi, institusional, simbolik, maupun material. Dengan demikian, ketika hubungan jenis kelamin dibangun di atas hubungan dominasi-subordinasi, perempuan berada dalam posisi diatur oleh laki-laki. Perempuan dan laki- laki memiliki peran yang berbeda karena perbedaan biologis atau gender
Selanjutnya adalah penjelasan mengenai penyebab KDRT, yaitu:
1. Hubungan Tidak Seimbang:
Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Budaya patriarki membuat laki-laki atau suami berada di tingkat kekuasaan yang lebih tinggi daripada perempuan atau istri, sehingga perempuan tidak lebih jarang ketika menikah dianggap sebagai milik suaminya.Hal tersebut menimbulkan hubungan karena suami memiliki kuasa lebih terhadap dibandingkan istri sendiri.
2. Ketergantungan Ekonomi:
Pendidikan dan Budaya patriarki yang sudah menjadi bagian dalam masyarakat memberikan pandangan bahwa seorang istri memang seharusnya bergantung pada suami. Sehingga tak heran jadi penyebab KDRT sehingga membuat sebagian istri tidak terbiasa mandiri atau berdaya secara ekonomi, lalu terjadi KDRT membuat istri harus bertahan.Perilaku seperti ini juga membuat suami merasa memiliki kuasa lebih akan ketidakberdayaan istri.
3. Alat untuk Menyelesaikan Konflik:
Kekerasan terhadap istri terjadi biasanya dilatar belakangi oleh ketidaksesuaian dengan harapan dengan kenyataan suami. Kekerasan dilakukan dengan tujuan agar istri dapat memenuhi harapannya tanpa melakukan perlawanan karena ketidakberdayaannya.
4. Persaingan:
Persaingan antara suami dan istri terjadi sebagai akibat setaraan antara keduanya untuk saling memenuhi keinginan masing-masing, baik dalam pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi, keadaan lingkungan kerja dan masyarakat dapat menimbulkan persaingan yang dapat menyebabkan penyebab KDRT.
5. Frustasi:
Frustasi timbul akibat ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dirasakan oleh suami. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang belum siap kawin, suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan masih serba terbatas dalam kebebasan.
Berikut merupakan dampak KDRT:
1. Kurangnya ketenangan:
Seorang korban kekerasan dalam rumah tangga akan sulit melupakan bekas luka yang dideritanya. Hidup ini sangat panik. Jika korban mampu meninggalkan pelaku, misalnya istri yang mengajukan cerai atau anak yang beranjak dewasa, hal ini akan berdampak pada hubungan mereka nantinya.
2. Peristiwa traumatis:
Banyak korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi sedih dan trauma setelah mengalami pelecehan dalam hubungan mereka. Hal ini membuat individu tidak dapat ‘berfungsi’ secara teratur, yang mungkin berdampak pada elemen lain dalam kehidupan mereka, seperti pekerjaan atau sekolah.
3. Sakit:
Ketika salah satu pasangan dianiaya secara fisik, korban mungkin menderita rasa sakit dan penderitaan. Dalam keadaan tertentu, kerusakan fisik sulit diberantas. Korban kekerasan dalam rumah tangga mungkin memiliki masalah fisik seumur hidup sebagai akibat dari pelecehan yang mereka alami.
4. Ketakutan:
Menurut penelitian terbaru, korban kekerasan dalam rumah tangga adalah paranoid. Mereka mungkin tidak dapat mempercayai hubungan baru di mana mereka tidak akan disalahgunakan. Para korban kekerasan dalam rumah tangga sangat disarankan untuk mengikuti sesi terapi dalam rangka merehabilitasi dan memperbaiki semangat mereka atas pengalaman negatif yang mereka alami.
Pemulihan Korban KDRT:
UU PKDRT merupakan peraturan pertama yang mengatur hak-hak korban. Hak korban KDRT dalam UU PKDRT di Pasal 10 yang antara lain mencakup:
– Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
– Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
– Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
– Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
– Pelayanan bimbingan rohani.
Penulis: Aisyaa Kay Ashila (Fakultas Hukum, Program Studi Hukum)
DPL: Ir. Rudy Hartanto, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM.
Lokasi: Kota Bpgor, Kecamatan Bogor Selatan, Kelurahan MUlyaharja RT 001 RW 012
#KKNTimIIperiode2022
#p2kknundip
#lppmundip
#undip