Perundungan oleh Anak Dibawah Umur, Apakah Terbebas dari Hukum?


Pedurungan (08/08), Dewasa ini, banyak sekali kasus perundungan yang terjadi di masyarakat terutama di lingkungan pendidikan. Banyak berita yang menjelaskan bahwa korban perundungan menjadi stres mental, tidak mau makan, ataupun gangguan-gangguan lain yang timbul akibat dirinya menjadi sasaran tindak perundungan. Dengan adanya kasus-kasus perundungan yang masih terjadi di Indonesia, dikhawatirkan di masa yang akan datang masyarakat akan lebih takut untuk mengekspresikan diri, melakukan sesuatu, atau bahkan dampak terburuknya menjadi orang yang benar-benar tertutup dari dunia luar. Maka dari itu, sesegera mungkin perundungan harus segera dihilangkan dari Indonesia agar masyarakat Indonesia tetap memiliki kondisi mental yang sehat dan hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitarnya. Karena maraknya kejadian perundungan ini, salah satu mahasiswa dari Fakultas Hukum UNDIP yang bernama Dhotun Kendaru Rahmando pun akhirnya tertarik untuk meng-sosialisasikan tentang perundungan kepada generasi-generasi penerus bangsa terutama yang berada di RT 02 RW 04.

Kasus perundungan atau yang biasa disebut sebagai tindak bullying adalah suatu tindak kejahatan yang berdampak sangat berat kepada korban. Tindakan bullying ini dapat digambarkan sebagai tindakan menindas suatu kelompok kecil atau perorangan yang dianggap lebih rendah oleh para pelaku bullying. Alasan-alasan pelaku menindas para korban dapat didasari oleh kecemburuan sosial, kebencia, atau bahkan bisa saja dilakukan dalam rangka melakukan pemerasan kepada korban.
Tindak perundungan sebenarnya adalah suatu tindak kejahatan yang terbilang berat walau tidak secara detail diatur dalam Undang-Undang, karena dengan adanya tindak perundungan, korban akan terserang secara mental sehingga dapat menyebabkan gangguan kepada kejiwaan korban. Namun karena tidak menyebabkan luka secara fisik, maka kerapkali pelaku bullying dapat lolos dari jeratan hukum karena tidak ada bukti yang memberatkannya dan korban yang kebanyakan tidak berani terbuka kepada orang lain tentang perundungan yang dialaminya.


Namun di sosialisasi yang saya sampaikan kepada anak-anak dari RT 02 RW 04 ini adalah tentang perundungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu bullying yang tidak hanya menyerang mental namun juga bullying yang menyebabkan luka fisik pula. Walaupun perundungan yang hanya berupa ucapan (verbal) memang sulit diproses secara hukum jika korban tidak melapor secara langsung, namun perundungan yang menyebabkan luka fisik dapat diproses secara hukum karena ada pasal-pasal yang mengatur tentang penganiayaan. Pasal-pasal yang menjerat pelaku bullying antara lain adalah Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan yang Dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang. Lebih lanjutnya lagi ada juga pasal yang mengatur tentang tindak bullying yang mengarah ke pelecehan seksual yaitu Pasal 289 KUHP tentang Pelecehan Seksual. Dengan dijelaskannya hukum-hukum yang mengatur tentang perundungan dan dampak-dampaknya ini, diharapkan anak-anak dari RT 02 RW 04 dapat lebih paham tentang bahaya tindak perundungan baik untuk pelaku maupun korban walaupun mereka masih anak-anak dibawah umur.

Setelah sosialiasi selesai dijelaskan, Dhotun pun membuka sesi pertanyaan kepada anak-anak yang ingin bertanya. Ada 3(tiga) pertanyaan yang berhasil dijawab olehnya, namun salah satu pertanyaan yang menarik perhatiannya adalah pertanyaan tentang apakah anak dibawah umur dapat dijerat hukum dan dimasukkan kedalam penjara? Jawabannya adalah anak yang masih berumur dibawah 14(empat belas) tahun tidak dapat dipenjara. Mereka akan dikembalikan ke orang tua mereka setelah dilakukannya penyidikan dan persidangan. Memang terdengar tidak adil. Namun tentunya anak yang sudah pernah disidang tentu akan mendapat sanksi sosial yang sama beratnya dengan hukuman penjara dari masyarakat sekitar.