Gali Potensi Pengembangan Wisata Religi di Makam Wotgaleh, Mahasiswa KKN Tim II UNDIP Ulik dan Kembangkan Buku Panduan
Semarang – Berangkat dari informasi dari Kelurahan Sampangan mengenai Makam Wotgaleh yang berada di Sampangan, Semarang. Mengetahui hal tersebut, Mengetahui hal tersebut, Latifa Rachma yang merupakan Mahasiswa KKN Tim II Undip di bawah bimbingan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Bapak Ari Wibawa Budi Santoso, S.T., M.T, tertarik untuk menjelajah dan mengulik Petilasan Syekh Maulana Maghribi dan Nyai Tampi yang berada dalam pendopo pemakaman umum Wotgaleh. Kata Wotgaleh berasal dari kata wot ing penggalih yang artinya jembatan hati menuju ketentraman. Dalam buku “Awal Kedirgantaraan Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950” rakyat Wotgaleh sangat kuat mempertahankan dan merebut kembali tanah mereka yang telah dikuasi TNI Angkatan Udara. Semangat membara rakyat Wotgaleh bersumber pada identitas kultural Pangeran Purboyo.
Siapakah Pangeran Purboyo? Pangeran Purboyo atau yang memperoleh julukan Banteng Mataram adalah tokoh terkenal sebagai bangsawan pemberani dan gagah perkasa pada masa Mataram Islam. Pangeran Purboyo merupakan putera Panembahan Senopati dalam pernikahannya dengan putri Ki Ageng Giring, yakni Rara Lembayung. Berkat jasanya sebagai panglima perang Mataram, Pangeran Purboyo memperoleh hadiah dari Panembahan Senopati sebuah wilayah yang dikenal sebagai Kalurahan Wotgaleh dengan status sebagai tanah perdikan. Tanah perdikan yakni wilayah yang dibebaskan dari kewajiban membayar upeti ke kas kerajaan dan umumnya diberikan untuk seorang guru kebatinan yang istimewa bagi raja. Secara keseluruhan Wotgaleh memiliki makna sebagai jembatan hati untuk menyatu dengan Tuhan atau menuju manunggaling kawula gusti. Dalam buku Wali Sanga yang disusun oleh Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, MA., Syekh Maghribi diidentikkan dengan Syekh Maulana Muhammad al-Maghribi, salah seorang anggota Wali Sanga periode pertama yang berasal dari Maghrib (Maroko) yang datang ke Pulau Jawa pada tahun 808 H atau 1404 M.
Setelah observasi dan wawancara dengan pengurus makam yang dilaksanakan pada 24/07/2022, ada beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1.Sebagian besar masyarakat setempat belum mengetahui adanya petilasan dan makam tersebut dan kebanyakan yang berkunjung adalah wisatawan luar
2.Fasilitas pendopo makam yang kondisinya kurang layak. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah
3.Bila diperhatikan, belum adanya plang penunjuk jalan tentang keberadaan petilasan Syekh Maulana Maghribi dan Makam Nyai Tampi
Secara umum dalam rangka pengembangan objek wisata di kawasan Sampangan, Semarang diperlukan keterlibatan berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah, pengusaha, masyarakat dan juga para pemerhati budaya. Dengan adanya buku panduan diharapkan akan membantu kita semua dalam memahami alur runtutan kisah dan mempermudah dalam penyusunan perencanaan pengembangan wisata religi.
Penulis : Latifa Rachma
DPL : Ari Wibawa Budi Santosa., ST., MT