Tinggal di Daerah Perbukitan? Mahasiswi Undip Ajak Masyarakat Berdiskusi Tentang Sigap Hadapi Kemungkinan Bahaya Longsor

longsor-kalkid

(Bencana Longsor di RW 04 Kelurahan Kalibanteng Kidul (BPBD Kota Semarang))
Kelurahan Kalibanteng Kidul, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang (11/08), perubahan iklim merupakan perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu sedangkan dalam skala global dapat diartikan sebagai perubahan iklim pada wilayah bumi secara keseluruhan. Banyak dampak yang diakibatkan dari perubahan iklim ini yang diantaranya terganggunya sistem iklim global dan menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrem akhir-akhir ini. Salah satu dampaknya terhadap iklim adalah intensitas La Nina yang semakin sering dan menguat sehingga intensitas kejadian cuaca dan iklim ekstrem semakin kuat (Qamilah dan Krama, 2022). Kejadian tersebut menyebabkan meningkatnya peluang curah hujan ekstrem harian di Sebagian wilayah Indonesia, termasuk Kota Semarang ini. Akibatnya peluang terjadi bencana alam semakin besar.

Bencana alam adalah suatu peristiwa besar di alam atau di lingkungan buatan manusia yang berpotensi merugikan kehidupan manusia, termasuk harta dan benda. Salah satu bencana alam yang kemungkinan besar terjadi akibat curah hujan ekstrem adalah tanah longsor, yang frekuensi kejadiannya semakin meningkat akhir akhir ini. Tanah longsor adalah peristiwa bergeraknya material penyusun lereng yang berupa tanah, lumpur, regolith, dan lapisan dasar tanah akibat adanya pengaruh gaya gravitasi (Qamilah dan Krama, 2022). Tingkat perkembangan tanah dan area resapan air ikut berpengaruh nyata pada peristiwa longsoran ini.

Kelurahan Kalibanteng Kidul memiliki kondisi geografis yang sebagian besar berupa perbukitan serta ada beberapa yang dikategorikan sebagai daerah curam. Pada awalnya daerah kelurahan ini belum banyak rumah penduduk tetapi seiring waktu semakin banyak rumah penduduk dan termasuk daerah dengan penduduk cukup padat. Akibatnya beberapa area di daerah ini rawan bencana longsor karena kurangnya daerah resapan air. Salah satu contohnya adalah bencana longsor yang terjadi di RW 04 pada bulan Januari 2022. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan adanya pengetahuan mengenai mitigasi bencana longsor untuk meminimalisir kerugian atau dampak yang ditimbulkan.

Mahasiswi Oseanografi Amalia Sekar Ayuningtyas dalam kegiatan KKN Tim II Universitas Diponegoro mengajak masyarakat kelurahan Kalibanteng Kidul, terutama yang tinggal di daerah rawan longsor, untuk berdiskusi terkait permasalahan bencana longsor yang meliputi akibat, dampak, hingga mitigasi bencana longsor. Diskusi tersebut dilakukan saat lomba sosio drama, Hatinya PKK, dan saat bertemu masyarakat di daerah rawan longsor. Mitigasi bencana longsor dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang tangguh bencana, mengetahui antisipasi perubahan iklim, dan sigap menghadapi bencana longsor. Hal tersebut sesuai dengan tujuan SDG’s butir ke 13 dengan target memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam serta mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan. Mitigasi bencana yang dilakukan dapat berbentuk dalam pola protektif, adaptif, atau mundur. Salah satu bentuknya adalah pembuatan peta wilayah rawan terkena bencana sehingga masyarakat dapat bertindak adaptif terkait bencana yang dapat terjadi.

Dokumentasi-Amalia

(Proses diskusi dan pemasangan poster mitigasi bencana longsor)

poster

(Poster Sigap Hadapi Bencana Longsor)

Diskusi mitigasi bencana dilakukan dengan masyarakat kelurahan Kalibanteng Kidul terutama yang berada di daerah rawan longsor, seperti RW 03 dan 04. Dari proses diskusi tersebut didapatkan baik masyarakat maupun mahasiswi menambah ilmu dan wawasan baru terkait penyebab, akibat, bagaimana gejala tanah longsor, dan bagaimana sigap menghadapi bencana longsor dengan mengetahui tindakan pra-saat-pasca bencana serta mengetahui area mana saja yang rawan longsor di sekitar mereka. Peta yang dibuat memberikan informasi dengan baik terkait area rawan longsor dan ditempatkan di area yang rawan longsor tersebut. Masyarakat yang berada di area atau akan melewati area tersebut lebih berhati-hati dan mengetahui bagaimana sikap pra, saat, serta pasca bencana. Selain itu, masyarakat juga semakin sadar pentingnya untuk merawat lingkungan sekitar sebagai upaya lanjut untuk pencegahan bencana.

Penulis: Amalia Sekar Ayuningtyas
Dosen Pembimbing Lapangan: Dr. Drs. Suroto, M.Kes.