Cairan Serbaguna Eco-Enzyme, Begini Rahasia Pembuatannya

Semarang (27/07/21). Mahasiswa KKN Undip melakukan sosialisasi dan demonstrasi pembuatan eco-enzyme dengan memanfaatkan limbah organik rumah tangga kepada anggota Kelompok Wanita Tani RW 03 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Setiap harinya, limbah organik dihasilkan dari berbagai kegiatan rumah tangga. Limbah organik tersebut biasanya berakhir dibuang. Meskipun demikian, ternyata limbah organik memiliki berbagai manfaat yang dapat diperoleh. Hal tersebut menjadi alasan inovasi pemanfaatan limbah organik adalah pembuatan eco-enzyme.

Eco-enzyme adalah cairan hasil fermentasi limbah organik dapur yang ditambah dengan gula dan air. Limbah dapur yang diolah adalah yang berupa ampas buah, kulit buah, dan sayuran. Fermentasi dapat dilakukan oleh mikroorganisme alami yang ada di limbah organik tersebut atau ditambahkan starter. Eco-enzyme berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat. Kegunaan eco-enzyme antara lain yaitu sebagai cairan pembersih serbaguna, herbisida, pestisida, remediator air dan tanah, antiseptik, deterjen, karbol, perawatan tubuh dan rambut, serta pupuk atau fertilizer.

Anna (21), melakukan sosialisasi dan demonstrasi pembuatan eco-enzyme sebagai pupuk kepada anggota Kelompok Wanita Tani RW 03 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini dilakukan di balai kelurahan pada tanggal 27 Juli 2022 dan merupakan bagian dari penugasan program kerja monodisiplin KKN Tim II Undip. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 6 (clean water and sanitations) dan poin 13 (climate action).

Pembuatan eco-enzyme diawali dengan mempersiapkan botol bekas, gula, limbah organik, dan air. Pembuatan eco-enzyme dilakukan dengan bahan yang bersih sehingga tangan pembuat dan limbah organik yang digunakan harus dicuci terlebih dahulu. Langkah pembuatannya yaitu:
– mengisi botol dengan air (perbandingan 10),
– mengukur limbah organik dan memasukkannya ke botol (perbandingan 3),
– mengukur dan memasukkan gula ke dalam botol (perbandingan 1),
– menggoyangkan botol agar seluruh bahan tercampur (air : limbah : gula = 10 : 3 : 1),
– menutup botol dengan plastik yang dilubangi (untuk 7 hari pertama),
setelah 7 hari, mengganti plastik dengan tutup aslinya.

Fermentasi eco-enzyme dapat berlangsung selama 1-3 bulan untuk pembuatan pupuk. Setelah difermentasi, cairan eco-enzyme dipindahkan di wadah yang baru untuk disemprotkan ke media tanam sebagai pupuk, serta dapat disemprotkan ke tanamannya apabila ingin digunakan sebagai pestisida dan herbisida. Limbah sayur dan buah yang tersisa dapat juga digunakan sebagai bahan tambahan pupuk.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan harapan masyarakat Kelurahan Kalibanteng Kulon dapat membuat eco-enzyme sendiri dan menjadikannya sebagai penyubur tanaman dan juga pembasmi hama dengan menggunakan limbah organik rumah tangga sehingga secara tidak langsung juga dapat mengurangi volume limbah. Selain digunakan secara pribadi, eco-enzyme ini juga dapat dikomersialkan sehingga dapat membuahkan penghasilan.

Penulis: Anna Maria Lasma
Dosen Pembimbing Lapangan: Dr. Noer Abyor Handayani, S.T., M.T.