Perempuan Juga Punya Suara! Mahasiswi KKN Tim II Universitas Diponegoro Mengajak Meningkatkan Kesadaran terhadap Hak-hak Perempuan dalam Keluarga, Perkawinan dan Lingkungan Kerja

Sosialisasi-Hak-hak-perempuan-dalam-perkawinan

Kabupaten Malang (Jumat 12/08) Yasyifa Fatharani, mahasiswi peserta program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tim II Universitas Diponegoro yang tengah menjalankan program KKN di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, telah melaksanakan program kerja berdasarkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang salah satu tujuannya adalah mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi kesetaraan gender.
Terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam penyuluhan ini, yakni hak perempuan dalam keluarga, perkawinan, dan lingkungan kerja. Hak-hak yang dibicarakan adalah hak-hak perempuan yang dilindungi oleh instrumen hukum positif di Indonesia meskipun dianggap tabu oleh adat istiadat dan kebiasaan masyarakat, contohnya perlindungan perempuan dari perjodohan paksa.

Yasyifa-Hak-hak-Perempuan-dalam-Keluarga-dan-Perkawinan

“Terkadang masyarakat masih menganggap bahwa perkawinan paksa adalah sah secara negara dan agama asal ada izin dari wali pihak perempuan, namun nyatanya tidak,” ujar Yasyifa Fatharani. Ia merasa prihatin dengan nasib perempuan seusianya yang dijodohkan secara paksa. “Perempuan memiliki hak untuk memilih kapan dan dengan siapa ia akan menikah. Perkawinan paksa dalam Islam hukumnya adalah haram meskipun wali perempuan tersebut menghendaki, karena perkawinan dalam Islam harus dilaksanakan berdasarkan persetujuan kedua mempelai,” lanjutnya.

Ia kemudian juga membicarakan tentang wali laki-laki yang ‘adhal atau membangkang, yang menolak untuk mengawinkan perempuan yang menjadi tanggung jawabnya dengan laki-laki yang dikehendaki tanpa alasan yang syar’i. “Banyak yang berpikir bahwa keputusan terakhir ada di bapak, paman, kakek, atau saudara laki-lakinya. Nyatanya tidak seperti itu. Perempuan memiliki hak untuk menikah dengan laki-laki yang disukai. Wali yang menolak mengawinkan tanpa alasan yang syar’i adalah wali ‘adhal, dan baik hukum Indonesia melalui Kompilasi Hukum Islam maupun hukum Islam melarang wali seorang perempuan untuk menolak mengawinkan perempuan tersebut tanpa alasan yang syar’i,” tuturnya.

Selain itu, penyuluhan ini juga membahas tentang hak istri untuk dimintai izinnya dalam perihal suaminya ingin menikah lagi, hak istri untuk menggugat cerai, dan masih banyak lagi. Selanjutnya, ia juga membahas mengenai pentingnya hak-hak perempuan dalam lingkungan kerja, termasuk cuti menstruasi dan cuti melahirkan.