Bercengkrama Bersama Mahasiswa KKN II Undip Mengenai Imunisasi Dilihat dari Kacamata Hukum Islam

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan tubuh) di dalam tubuh bayi dan anak. Tujuan akhir imunisasi adalah mengeradiksi (melenyapkan dari muka bumi) penyakit. Berdasarkan teori antibodi, ketika benda asing masuk seperti virus dan bakteri ke dalam tubuh manusia, maka tubuh akan menandai dan merekamnya sebagai suatu benda asing. Kemudian tubuh akan membuat perlawanan terhadap benda asing tersebut dengan membentuk yang namanya antibodi terhadap benda asing tersebut. Antibodi yang dibentuk bersifat spesifik yang akan berfungsi pada saat tubuh kembali terekspos dengan benda asing tersebut. Tubuh manusia dilengkapi dengan antibodi untuk mengatasi serangan penyakit, tetapi kadar tiap orang berbeda-beda. Makanya, imunisasi ditujukan untuk meningkatkan kekebalan seseorang lewat vaksin.

Pemberian vaksin dilakukan dalam rangka untuk memproduksi sistem immune (kekebalan tubuh) seseorang terhadap suatu penyakit tertentu, bermanfaat untuk mencegah penyakit berat dan kecacatan. Memang ada penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, baik karena pemahaman keagamaan bahwa praktik imunisasi dianggap mendahului takdir maupun karena vaksin yang digunakan diragukan kehalalan- nya.
Sebagai landasan normatif terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit, bahwa pencegahan secara dini terhadap terjangkitnya suatu penyakit, seperti dengan imunisasi polio, campak, dan juga DPT serta BCG, adalah cermin perintah Allah agar tidak meninggalkan keluarga yang lemah (An-Nisa’ (4): 9).

Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang kehidupan.Dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, dapat dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap penyakit. Karena biaya yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih murah dibandingkan dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern.
Mencermati dalil-dalil di atas, dapat diambil pengertian bahwa manusia harus senantiasa menjaga diri agar tidak terkena penyakit yang bisa merusak tubuhnya, dan sudah seharusnya berobat jika menderita sakit, sepanjang tidak berobat dengan sesuatu yang haram.

Islam memberi kebebasan dalam hal teknik pencegahan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu. Islam tidak pernah membatasi kemajuan teknologi, namun hanya memberi batasan atau rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Seperti larangan berobat dengan yang haram, larangan berobat ke dukun atau ahli sihir namun mengenai hal-hal yang bersifat teknis sepenuhnya diserahkan kepada perkembangan ilmu sains sesuai perkembangan zamannya. Dengan prinsip ini tidak heran bahwa para ilmuwan muslim pernah mencapai puncak kejayaannya dalam hal sains tidak berapa lama setelah Nabi saw wafat.

Bila ditanyakan adakah dalil dari al-Qur’an atau Hadis Nabi yang spesifik menyebutkan perlunya vaksinasi? Jawabannya tentu tidak ada. Namun tidak adanya dalil qauliyah bukan berarti vaksinasi bertentangan dengan ajaran Nabi saw. Hal ini adalah karena vaksinasi termasuk ranah kauniyah. Ranah ilmu pengetahuan modern yang diperoleh berdasarkan pencarian oleh manusia. Berdasarkan penelitian yang tekun dan seksama. Oleh karena itu, pakar mengenai vaksinasi tentu saja adalah para dokter dan peneliti di bidang vaksinologi, bukan wartawan, sarjana hukum, ahli statistik, atau yang lainnya.

Dalam kasus polio, penyakit ini cukup berbahaya bagi manusia. Di sisi lain, vaksin yang merupakan sarana untuk menghindarkan diri dari penyakit yang berbahaya ini, mengandung unsur babi, – yang jelas haram dimakan dagingnya, – meskipun bukan merupakan bahan baku, melainkan sekedar alat (perantara) untuk memisah sel.
Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.