Kabaku, Ajak Siswa Lebih Dekat Memahami Bahasa Persatuan
“Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Wina (10) agak terbata ketika melafalakan butir ketiga sumpah pemuda. Siswa SDN Gadu 01 tersebut sebelumnya menyebut mengaku berbahasa satu sebagai poin ketiga sumpah pemuda. Bunyi poin ketiga sumpah pemuda memang sering disalahsebutkan.
Indonesia memiliki berbagai macam bahasa. Masyarakat Indonesia tidak hanya mengakui satu bahasa, melainkan menjunjung bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang juga harus dijaga keberadaannya oleh para penutur.
Wina tidak sendiri. Rabu (25/1), mahasiswa anggota TIM I KKN Undip Desa Gadu, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Departemen Sastra Indonesia Gina Mardani Cahyaningtyas (20) mengajak Wina dan siswa kelas lima SDN 01 Gadu lain mengenal lebih dalam bahasa Indonesia.
Gina menggunakan Kabaku sebagai media bermain sambil mengenal kata. Kabaku atau kartu bahasaku merupakan nama yang dipilih untuk menamai permainan tersebut. “Kabaku mengadaptasi aturan dan desain permainan kwartet. Ada berbagai kategori, masing-masing kategori memiliki empat buah kartu yang harus dikumpulkan,” jelas Gina.
Gina membuat delapan kategori kata dalam bahasa Indonesia, antara lain kata kerja (verba), kata benda (nomina), kata hubung (konjungsi), dan imbuhan (afiks). Setiap kategori memiliki empat contoh kata. “Cara mainnya, setiap peserta meminta kartu kategori tertentu kepada pemain lain dengan cara menyebutkan kata dalam kategori tersebut, siapa yang mengumpulkan kwartet paling banyak, dia pemenangnya,” tambah Gina.
Gina berharap, Kabaku mampu membuat siswa lebih paham mengenai makna beberapa kata bahasa Indonesia. “Kata-kata yang dijadikan referensi diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (daring) yang dikeluarkan Kemendikbud, dibantu juga dengan KBBI offline (luring). Harapannya, siswa sedari dini lebih mengetahui makna dan penulisan baku sejumlah kata dalam bahasa Indonesia,” pungkas Gina. Tidak hanya di SDN Gadu 01, Gina dan rekanrekan pun menerapkan Kabaku pada jam tambahan SDN Gadu 02.