Berteman dengan Sampah Melalui Pengolahan Ramah Lingkungan

Jakarta Pusat (04/08/2020), Sampah merupakan permasalahan yang hingga kini masih belum teratasi dengan baik. Berbagai jenis sampah diangkut dan dibuang setiap harinya pada tempat pembuangan akhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 65.200.000 ton per tahunnya. Pada tahun 2017, produksi sampah per hari yang cukup tinggi dihasilkan oleh Surabaya sebesar 9.896,78 m3 dan disusul dengan Jakarta sebesar 7.164,53 m3. Bahkan diduga bahwa pada tahun 2025, penduduk perkotaan akan menghasilkan sampah sebesar 1,42 kg per orang per hari. Sampah tersebut terbagi menjadi tiga yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun).

Sampah merupakan permasalahan yang masih sering terjadi. (sumber: Doc Pribadi)

Sampah makanan dan bahan organik lainnya merupakan salah satu jenis sampah yang banyak dihasilkan dari masyarakat. Sisa pengolahan dan konsumsi makanan yang tidak habis akan dibuang dalam bentuk sampah organik. Sampah organik ini sering disepelekan karena dianggap dapat terurai dengan sendirinya. Padahal, jika sampah organik ini memasuki aliran air maka sampah ini akan dapat mengurangi jumlah oksigen pada perairan dan mendorong pertumbuhan organisme berbahaya. 

Permasalahan ini merupakan permasalahan yang cukup memberikan dampak signifikan pada kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, permasalahan terkait sampah, khususnya sampah organik harus ditangani dengan tepat dan cepat. Hal ini juga tertuang dalam target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 12 tentang Memastikan Pola Konsumsi dan Produksi yang Berkelanjutan yang mana pada ayat 3 menyatakan bahwa pada tahun 2030, mengurangi separuh jumlah dari sampah pangan global perkapita pada tingkat retail dan konsumen dan mengurangi kerugian makanan sepanjang produksi dan rantai penawaran, termasuk kerugian paska panen adalah salah satu tujuan dari SDGs 12 ini. Pemerintah Indonesia pun turut serta merealisasikan target ini melalui Perpres 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (SRT) dan Sejenis Sampah Rumah Tangga (SSRT). 

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (Sumber: google)

Lalu bagaimana peran aktif kita untuk dapat mengurangi jumlah sampah organik ini? Langkah pertama yang dapat kita lakukan ialah mengurangi jumlah makanan yang terbuang dengan cara makan dalam porsi yang cukup. Memakan makanan dalam jumlah porsi yang besar namun tidak dihabiskan akan membuat makanan sisa terbuang sia-sia. Oleh karena itu, penting untuk membatasi jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan.

Langkah lainnya yang dapat kita lakukan untuk mengurangi jumlah sampah organik ialah melakukan pengolahan terhadap sampah itu sendiri, salah satunya dalam bentuk pupuk organik. Pupuk merupakan zat yang ditambahkan pada media tanam dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman sehingga mampu bereproduksi dengan baik. Klasifikasi pupuk dapat dibedakan berdasarkan pembentukannya (pupuk buatan atau alami), kandungan unsur hara (pupuk tunggal atau majemuk), dan susunan kimiawinya (pupuk organik atau anorganik). Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki bahan dasar atau material pembentuk berupa senyawa organik yang dihasilkan dari sisa jaringan tanaman atau tumbuhan dan hewan.

Mahasiswa Undip sosialisasikan pembuatan pupuk organik dengan bioaktivator mangrove. (sumber: Doc Pribadi)

Pembuatan pupuk organik dari sampah sisa makanan merupakan hal yang mudah dilakukan. Dengan alat dan bahan seadanya, pupuk sudah bisa dibuat dengan hasil yang maksimal. Hal ini merupakan salah satu kegiatan yang disosialisasikan oleh mahasiswa KKN tim II Universitas Diponegoro 2020 di kelurahan Kartini, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. 

Berbekal ember bekas, larutan air gula, Reuse pengurai kompos, dan sampah organik, pupuk organik siap untuk dibuat. Reuse pengurai kompos merupakan salah satu bioaktivator yang menyediakan bakteri pengurai untuk mengubah sampah menjadi kompos. Reuse itu sendiri berisi sekumpulan bakteri konsorsium serasah mangrove. Konsorsium bakteri ialah gabungan beberapa populasi mikroba yang telah diketahui memiliki hubungan kooperatif, komensal, dan mutualistik. Bakteri konsorsium serasah Mangrove pada Reuse terdiri dari empat genus bakteri yaitu Bacillus sp., Pseudomonas sp., Flavobacterium sp., dan Acinetobacter sp.

Untuk membuat pupuk, sampah organik seperti daun atau lainnya yang cukup besar harus dipotong terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pembusukan sehingga waktu penguraian akan lebih cepat. Sampah lalu dimasukkan ke dalam ember atau tempat lainnya yang tertutup dari sinar matahari. Setelah itu, ditambahkan larutan air gula (berisi air dan gula jawa yang sudah dilarutkan) serta larutan Reuse. Campuran kemudian ditutup rapat dengan penutup dan disimpan supaya tidak terkena sinar matahari. Pupuk kompos akan terbentuk dalam waktu sekitar 14 hari.

Langkah pembuatan pupuk organik. (sumber: Doc Pribadi)

Setelah menjadi pupuk organik, hasil pengolahan tersebut bisa langsung dipakai untuk menyuburkan tanaman ataupun dijual kembali. Pupuk organik yang sudah jadi tersebut juga dapat ditambahkan ke dalam bahan campuran untuk membuat pupuk organik berikutnya. Pupuk yang sudah jadi ini akan mempercepat proses dekomposisi. Dekomposisi adalah proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya). Proses ini merupakan proses yang penting dalam penguraian sampah menjadi pupuk organik. 

Yuk kita kurangi Sampah organik dengan Stop membuang makanan! (Sumber: Doc Pribadi)

Penulis: Vincentia Robin, Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.

Editor: Yanuar Yoga Prasetyawan, M.Hum.