Kerajinan Anyaman Daun Koli (Lontar) Menghidupi Perekonomian Warga Aeramo

Mbay (3/2/2021)–Kegiatan anyaman dari daun koli menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan bagi kelangsungan hidup perekonomian warga Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) di masa pandemi Covid-19.

Sebagai salah satu kerajinan tradisional, anyaman memang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Selain bahannya yang alami yakni dari daun pohon koli, produk turunan dari anyaman juga sangat banyak, contohnya tikar, mboda mbasi (keranjang), wati (bentuk kotak bundar yang berfungsi sebagai wadah makanan sebelum adanya piring), topi, dan pernak-pernik lainnya.

Di beberapa daerah di Tanah Air, kemampuan menganyam bahkan diajarkan secara turun-temurun. Salah satu daerah yang penduduknya memiliki kemahiran dalam menganyam adalah Kabupaten Nagekeo. Namun sayang kerajinan ini sempat ‘terlupakan’ dan hanya ibu-ibu paruh baya yang memiliki kemampuan menganyam.

Kini pemerintah desa Aeramo melalui ibu Bea selaku ketua penggerak PKK, mencoba menghidupkan kembali kegiatan anyaman melalui program kelompok dasa wisma di setiap dusun. Hal ini sejalan dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mandiri mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang tentang pemberdayaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 berbasis pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).

Dalam dialog dengan ibu ketua PKK bersama kelompok anyaman “Fonga Enga” yang dihadiri ibu Adelina Tonggo dkk di RT 10, Selasa (2/2/2021), mahasiswa Undip memberikan penjelasan tentang program SDG dan mendapatkan banyak pengetahuan tentang cara menganyaman hingga berbentuk jadi wati, mboda mbasi, dan topi.

Anyaman adalah sebuah kewirausahaan sosial yang mengusung peran aktif dalam mengatasi masalah dapur atau pendapatan ibu-ibu rumah tangga. Lewat kerajinan anyaman, ibu Bea mengajak para ibu dan wanita di Desa Aeramo untuk menganyam daun koli sebagai satu alternatif pendapatan tambahan dari sekadar berladang.

Menciptakan produk berkualitas dan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar adalah suatu urgensi di masa pandemi Covid-19. Hal ini diakui ibu PKK dan para ibu pengrajin anyaman “Fonga Enga”.

Para ibu dan wanita kini sudah memiliki pendapatan lebih selain berkeringat di ladang persawahan. Di waktu senggang mereka dapat menganyam. Menurut pengakuan ibu Bea, para pengrajin anyaman terus melakukan inovasi dengan mengikuti pelatihan dari pengrajin profesional seperti dari Bali demi meningkatkan kualitas produk sejak kelompok anyaman “Fonga Enga” dibentuk pada 2018 dengan anggota 30 orang.

 “Setelah penjualan pertama kami, peningkatan ekonomi ibu dan wanita cukup meningkat. Dari yang sebelumnya hanya bertani dengan pendapatan per tahun sekitar 3-4 juta, kini para ibu dan wanita bisa mendapat Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu per minggu,” jelas ibu Bea.

Dukungan dari Pemda Kabupaten Nagekeo berupa donasi bahan mentah dan insentif menambah semangat para ibu pengrajin untuk menghasilkan produk berkualitas sekaligus membantu Pemda Nagekeo melestarikan kerajinan lokal serta promosi wisata budaya lokal.

“Sudah lama kami mengerjakan ini, tetapi baru sekarang bisa menganyam lagi. Syukur, penghasilan dari anyaman ini bisa membantu ekonomi keluarga dan biaya anak sekolah,” tutur Mama Ernesta Nago mewakili teman-temannya.

Antusiasme para ibu pengrajin anyaman patut diapresiasi dan mahasiswa Undip bersedia untuk berkontribusi dengan membantu promosi melalui weblog yang akan dikomunikasikan dengan ibu ketua PKK.

Di akhir pertemuan, mahasiswa Undip kembali mengimbau para ibu pengrajin anyaman yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun untuk menjaga kesehatan dan mengikuti protokol kesehatan Covid-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumuman, dan mengurangi mobilitas di luar rumah. O

#kkntim1periode2021   

#p2kknundip   

#lppmundip    

#undip     

#kabupatennagekeo

Penulis            : Yohana Hale Heret

DPL                 : Dr. Seno Darmanto, ST., MT.