Dokter Dadakan Lulusan Grup WhatsApp, Penyumbang Berita Bohong selama Pandemi

Cirebon (22/07) ¾ Pandemi berkepanjangan serta tidak kunjung ditemukannya obat bagi Covid-19 membuat masyarakat mencari-cari alternatif yang bisa digunakan. Tindak jarang kita menemukan pesan berantai yang disebarkan melalui grup-grup WhatsApp dengan tajuk ‘Penyembuh Covid-19’ yang diketik dengan efek bold untuk menarik mata. Mulai dari mengunyah bawang putih, sampai minum air rebusan minyak kayu putih. Bahan-bahan ‘herbal’ diklaim oleh banyak orang merupakan obat dari coronavirus disease 2019 yang telah lebih dari setahun menjangkiti Indonesia.

Banyak portal berita dan website resmi seperti milik Kominfo dan website covid19.go.id telah memverifikasi berita/informasi mana saja yang termasuk berita bohong/hoax. Dikutip dari website resmi Kominfo, hingga Juni 2020 saja, terdapat 850 hoax tentang Covid-19. Cepatnya sirkulasi informasi serta banyaknya masyarkat pengguna media sosial, membuat hoax-hoax ini beredar semakin cepat dan luas. Hal ini diakibatkan kurangnya pendidikan tentang penggunaan internet dan media sosial secara bijak.

Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahundan/ataudenda paling banyak Rp 1 miliar.

Sosialisasi Penanggulangan Penyebaran Berita Hoaz Melalui Google Meet

Untuk mengurangi penyebaran berita bohong/hoax seputar Covid-19, pada tanggal 22 Juli 2021 lalu, mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro memberikan edukasi seputar larangan penyebaran hoax serta cara menghindarinya. Sasaran dari program ini adalah ibu-ibu masyarakat Desa Gesik, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon. Namun, dikarenakan kondisi yang ada, serta PPKM yang terus diperpanjang, sosialisasi hanya bisa dilakukan dengan sistem daring melalui media Google Meeting.

Informasi palsu yang tersebar secara berantai dari satu grup whatsapp ke grup lain berpotensi menimbulkan kebingungan, lebih parahnya lagi, apabila ada yang mempercayai informasi tersebut dan mempraktekkan lalu menyebarkannya kembali. Bahkan tak jarang ada orang yang lebih memilih ‘pengobatan alternatif’ yang bersumber dari ‘dokter dadakan’ di grup whatsapp ketimbang memeriksakan diri ke dokter, hal ini jelas merugikan.

Respon masyarakat terhadap adanya sosialisasi ini cukup baik. Masyarakat Desa Gesik cukup antusias. Harapannya, pasca diadakan sosialisasi ini masyarakat menjadi lebih hati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, terlebih dari sumber yang kurang jelas dan kredibel.

Penulis             : Dinda Elena Khairunissa / Fakultas Hukum

DPL                : Ariska Nurfajar Rini, S.E., M. Sc.