CEGAH PERNIKAHAN DINI, WUJUDKAN GENERASI BERPRESTASI! MAHASISWA TIM II KKN UNDIP MELAKUKAN PENYULUHAN MENGENAI UU PERKAWINAN GUNA MENEKAN PERNIKAHAN DINI DI KELURAHAN CEPOKO
Cepoko, Semarang, 21 Juli 2022. Pada hari Kamis malam itu, mahasiswa Undip asal Jakarta, sebut saja namanya Gilang Muhammad Mumtaaz melakukan gebrakan baru dalam melaksanakan program kerja monodisiplinnya. Melihat keresahan yang hadir di tengah-tengah masyarakat Kelurahan, terkhususnya pada warga usia remaja, dimana adanya beberapa kasus hamil di luar nikah. Kegiatan penyuluhan yang dijadikan program multidisiplin Tim II KKN Undip 2021/2022 di Kelurahan Cepoko membawa tema mengenai Pernikahan Dini. Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 21 Juli 2022 pukul 18.00 WIB sampai 20.00 WIB yang bertempat di Balai Kelurahan Cepoko. Acara ini dihadiri oleh Pak Saiful selaku perwakilan dari jajaran Kelurahan Cepoko dan kurang lebih 20 anggota Karang Taruna di Kelurahan Cepoko yang mewakili tiga RW yang ada di Kelurahan Cepoko. Pun terdapat beberapa perwakilan dari jajaran mahasiswa Universitas lainnya yang turut meramaikan, seperti halnya Universitas Wahid Hasyim dan UIN Walisongo Semarang.
Malam hari itu merupakan malam yang sangat menarik, dimana diisi dengan antusiasme yang begitu besar dari warga Kelurahan Cepoko dimana terdiri dari Karang Taruna Kelurahan Cepoko di setiap RW nya. Gilang sebagai speaker, hadir membersamai kawan-kawan semua yang hadir dengan diskusi yang sangat interaktif, dimana ia melakukan sosialisasi mengenai seluk beluk pernikahan dini, namun dari sisi yang lain, yakni dari sisi hukumnya.
Sebagaimana yang kita pahami bersama, bahwa pada dasarnya, menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan tepatnya dalam Pasal 1 bahwa Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pun disebutkan di dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatur batasan usia seseorang untuk legal melakukan pernikahan, pasti didasari oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu misalnya terkait kesehatan reproduksi yang sudah matang. Akan tetapi, potret fenomena yang masih terjadi tidak hanya di Indonesia melainkan juga di dunia, ialah terkait pernikahan yang belum cukup usia untuk menikah. Pernikahan di bawah umur atau dikenal dengan pernikahan dini adalah pernikahan yang seharusnya tidak dilaksanakan karena belum adanya kesiapan baik secara jasmani dan rohani untuk dapat melaksanakan pernikahan atau pernikahan dini merupakan sebuah ikatan dua insan lawan jenis antara seorang wanita dan seorang laki-laki yang berada pasa masa remaja untuk hidup bersama dalam satu ikatan keluarga (Dian, 2014).
Jika menyoal terkait penyebabnya, setidaknya terdapat beberapa faktor, di antaranya: pertama karena alasan kemiskinan. Kedua adalah karena alasan akses pendidikan yang terbatas. Tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini. Ketiga karena alasan budaya yang mengikat, kuatnya norma tradisional dan tekanan masyarakat juga menambah kemungkinan bagi keluarga yang berisiko terhadap pernikahan dini untuk mengambil sikap pro terhadap pernikahan dini tanpa mempertimbangkan kemungkinan lainnya. Keempat, perubahan tata nilai dalam masyarakat. Anak-anak sekarang lebih permisif terhadap calon pasangannya (seks bebas dan kehamilan yang tidak dikehendaki).
Beberapa potret penyebab di atas, nyatanya juga menjadi potret permasalahan yang hadir di tengah-tengah masyarakat di Kelurahan Cepoko, berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dilakukan termulai dari survey ke lokasi, masyarakat menyadari betul bahwa permasalahan pernikahan dini menjadi persoalan yang cukup krusial bagi masa depan generasi muda. Setidaknya terdata terdapat sekitar puluhan kasus anak melakukan praktik pernikahan dini, yang tersebar baik dari RW 1, RW 2, maupun RW 3. Bahkan potret yang ada terdapat pasangan yang ketika menikah mempelai wanita sudah mengandung usia 7 bulan. Berbicara dampaknya, pernikahan dini tidak boleh dipandang sebelah mata, Menurut Indriayani (2014), pernikahan di bawah usia batas normal atau pernikahan dini mempunyai beberapa dampak segi kesehatan, fisik mental maupun masyarakat. Mulai dari dampak segi kesehatan, yaitu banyaknya pasangan usia muda khususnya perempuan yang memiliki angka kematian yang tinggi disebabkan oleh proses melahirkan, hingga kematian bayi, pun kemungkinan dampak terhadap kesehatan reproduksi yang tentunya akan memiliki pengaruh tersendiri bagi kesehatan seorang ibu dan anak. Dari segi psikologis, meningkatnya resiko depresi serta isolasi (kesepian). Hingga segi pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu sarana dalam melakukan sebuah pendewasaan pada usia menikah dan mempunyai kesiapan untuk mengarungi bahtra hidup berumah tangga.
Berkaca dari sederet faktor dan dampak dari praktik pernikahan dini, faktanya, pernikahan dini masih menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat Kelurahan Cepoko. Bagi masyarakat, persoalan pernikahan masih menjadi tabu, belum menyeluruhnya pemahaman bahwa secara hakikat sebuah pernikahan bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan mengenai dasar, urgensi, serta implementasi perkawinan sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Perkawinan sebagai upaya pemahaman serta internalisasi nilai-nilai guna dapat mempersiapkan berbagai aspek dalam melaksanakan pernikahan. Harapannya, kegiatan ini akan memberikan pemahaman menyeluruh terkait pernikahan dini dari sisi yang lebih luas, dan membuka mindset masyarakat setempat bahwa pernikahan dini tidak seharusnya menjadi suatu hal yang wajar di tengah masyarakat.