“KDRT Bukan Hanya Masalah Perempuan” Mahasiswa UNDIP Suarakan Urgensi Melapor Bagi Korban KDRT
Mlatiharjo, Semarang Timur (5/8/2022) – Kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) warga RW 5 Kelurahan Mlatiharjo kali ini berbeda dengan Rakor-Rakor sebelumnya. Kali ini Rakor diwarnai kedatangan mahasiswa-mahasiswa Universitas Diponegoro, dimana telah diagendakan waktu pelaksanaan program monodisiplin Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Diponegoro. Mahasiswa yang akan mengisi agenda pada malam itu adalah Sonya Linge Fresa, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Dalam melaksanakan program kerjanya, Sonya merupakan mahasiswa binaan Ibu Dr. Cahya Tri Purnami, S.KM., M.Kes.. Satu per satu warga RW 5 datang memenuhi ruangan Balai RW 5 yang telah ditata rapi sejak sore. Rakor yang diselenggarakan di Jl. Ciliwung II ini dimulai pada pukul 19.00 WIB. Dibuka dengan sambutan dari Bu Suratmi selaku Ketua RW 5, disusul penginfoan agenda pertemuan malam itu.
Agenda pertama, pembahasan dan koordinasi perayaan HUT NKRI di RW 5 diikuti secara khidmat oleh warga yang datang. Selepas diskusi internal, agenda dilanjutkan penyampaian sosialisasi oleh Sonya. Materi presentasi yang telah disiapkan sebelumnya ditayangkan dengan bantuan proyektor. Sonya memulai dengan pemaparan jenis-jenis KDRT dan ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Berikutnya, dijelaskan kondisi yang mungkin dirasa oleh korban hingga kerap memilih tidak melaporkan kekerasan yang menimpanya beserta dampak atas pilihan itu. Untuk itu penjelasan dilanjutkan dengan hak-hak korban yang dilindungi oleh hukum bagi korban yang memutuskan untuk melaporkan tindak pidana KDRT. Diharapkan dengan penyampaian ini, warga yang menyimak dapat mengerti urgensi pelaporan Tindak Pidana KDRT. Sehingga bila dikemudian hari dirinya mengalami KDRT atau melihat orang disekitarnya mengalami KDRT, warga dapat memberikan arahan agar korban melapor (untuk delik aduan) dan memberikan kesaksiannya.
Perbandingan jumlah warga yang datang tergolong seimbang, melihat kondisi tersebut Sonya mengingatkan bahwa korban tidak hanya berjenis kelamin perempuan. “Ketika kita menyebut korban KDRT, yang pertama kali muncul di pikiran orang-orang korbannya adalah perempuan. Padahal tidak menutup kemungkinan laki-laki yang menjadi korban. Selain itu, KDRT tidak hanya terjadi dalam hubungan suami-istri. Bisa juga terjadi di hubungan orang tua dan anak, kakak dan adik (saudara), majikan dan asisten rumah tangga. Semua bisa jadi korban, jadi KDRT bukan hanya isu perempuan. Ini isu semua orang.” ucap Sonya malam itu.
Hal lain yang disampaikan Sonya dalam pertemuan itu berkaitan dengan mekanisme pelaporan, perlindungan dan pemulihan korban sebagai hak yang dilindungi, informasi narahubung badan pelayanan dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Penyampaian oleh Sonya ditutup dengan sesi diskusi bersama warga terkait pemahaman baru yang didapatkan malam itu.