Inisiasi Pojok Literasi Anak, Upaya Pembangunan Kesadaran Membaca di Kampung Kosong, Kecamatan Pinang
Pertemuan dengan tokoh masyarakat Kampung Kosong untuk membahas mengenai rencana pembentukan pojok literasi dan sekolah informal di salah satu rumah warga. (Foto: Lintang)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; atau proses, cara, perbuatan mendidik. Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara pun memaknai pendidikans ebagai upaya untuk memerdekakan atau membebaskan manusia dari ketidaktahuan serta mengembangkan anak didik menjadi manusia yang dewasa dan bijaksana. Maka, pendidikan sebagai sarana pembebasan juga harus diarahkan pada upaya untuk membangkitkan kesadaran kritis manusia untuk dapat mengembangkan potensi dan mengubah situasi serta menunjang hidup mereka.
Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara dan seharusnya dijamin oleh pemerintah. Hal ini tertuang jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi, “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Namun pada kenyataanya, “merdeka” belajar belum betul-betul terjadi; dan juga pendidikan yang didapat di sekolah belum merata karena masih ada ketimpangan dalam pendidikan seperti fasilitas dan juga kualitas tenaga pengajar.
Hal ini terlihat di dalam masyarakat tempat kami melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata, tepatnya di Kampung Kosong, Kelurahan Panunggangan, Kecamatan Pinang. Tercatat bahwa hanya sedikit dari anak-anak yang melanjutkan pendidikan pasca jenjang sekolah menengah atas sederajat. Melalui observasi kami juga, masih banyak anak-anak usia sekolah dasar yang masih belum lancar membaca kata dan menulis. Tampaknya, budaya literasi masih belum dibangun dan dikenalkan kepada anak-anak daerah tersebut—padahal literasi memiliki peran penting dalam menunjang kualitas dan kemampuan dasar peserta didik.
Hal ini kemudian memantik kami untuk menginisasi Gerakan Membaca, dengan membangun pojok literasi anak yang kami namakan Taman Baca Anak—yang mana gerakan ini menggandeng para tokoh masyarakat seperti RT, RW, hingga tokoh agama yang memang memiliki concern untuk pengembangan daerah dan pendidikan. Selain itu, kami juga membuka Kelas Rakyat, yakni sebuah kelas informal untuk mengajarkan baca tulis untuk para anak-anak yang belum bersekolah dan juga bagi para anak-anak sekolah yang belum lancar membaca dan menulis. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih empat minggu berturut-turut dan menggandeng beberapa masyarakat untuk terlibat dan nantinya dapat membantu meneruskan program kami.
Kegiatan “Kelas Rakyat” untuk anak-anak Kampung Kosong. Mahasiswa menjadi mentor bagi anak-anak untuk belajar membaca dan menulis.
Adapun untuk kegiatan Taman Baca Anak ini sendiri merupakan bagian dari Kelas Rakyat—yang mana buku-buku di dalamnya merupakan sumbangan dari berbagai kalangan dan berisi buku-buku bertema umum yang dapat dibaca anak-anak dan remaja, yang berisi ilmu pengetahuan populer, fiksi, hingga agama.