SENI SINTREN ANTARA KESYIRIKAN DAN BUDAYA JAWA
Kandeman, Desa Tegalsari (16/7) Mahasiswa Tim KKN II Undip berkunjung di Dukuh Siwatu yang mengadakan suatu kesenian tari tradisional yaitu sintren. Kesenian sintren merupakan kesenian tari tradisional khas Jawa, khususnya pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, salah satunya di Kabupaten Batang. Kesenian sintren ini dikenal masyarakat sebagai tarian dengan nuansa mistis.
Kesenian tari sintren dipergunakan masyarakat sebagai sarana untuk meminta hujan ketika terjadi kemarau panjang dibulan Oktober – November. Kesenian ini memiliki beberapa ritual yaitu Sang Sintren (penari utama) merupakan seorang gadis yang masih perawan, selain itu terdapat 4 gadis panjak (penari pendamping) yang melambangkan bahwa seorang bidadari ditemani oleh 40 dayang dan boneka yang disebut bendung. Ritual sebelum memulai tarian sintren yaitu ketika menjelang Magrib bendung diletakkan ditempat yang menurut warga angker seperti sungai atau pohon-pohon besar yang kemudian diambil kembali setelah Isya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bendung dirasuki oleh roh-roh yang ada ditempat tersebut. Sebelum pertunjukkan dimulai pawang telah menyediakan sesajen yang digunakan sebagai sesaji untuk roh. Bendung ini nantinya akan memilih gadis yang akan menjadi penari sintren.
Kesenian sintren memiliki persyaratan antara lain yaitu kurungan yang digunakan penari sintren untuk tempat berdandan. Ukuran kurungan yang digunakan menyesuaikan penari sintren yaitu tidak sampai menyentuh kepala tetapi juga tidak membatasi gerak selama dalam kurungan. Kemudian pertunjukan diisi dengan atraksi yang dilakukan sang penari sintren, Temohan (penari membawa nampan ke arah penonton untuk meminta uang seikhlasnya sebagai bentuk tanda terima kasih) , Balangan (saweran), dan penutup.
Kesenian sintren awal mulanya sebagai ritual untuk memanggil hujan, namun sekarang kesenian sintren berfungsi sebagai hiburan masyarakat sekitar Desa Tegalsari. Pergeseran fungsi kesenian sintren dari ritual menjadi suatu hiburan disebabkan oleh adanya anggapan masyarakat bahwa kesenian ini merupakan perbuatan syirik. Adanya modernisasi, mengakibatkan kebutuhan tim seni tari sintren juga meningkat seperti pembuatan atau penyewaan kostum, perawatan peralatan lainnya, dan kebutuhan sehari-hari. Selain hiburan, kesenian sintren di Dukuh Siwatu ini juga sering mengikuti beberapa perlombaan. Bahkan, kesenian sintren ini pernah mewakili Kabupaten Batang untuk tampil di Taman Mini Indonesia Indah pada suatu festival tari. Namun, kesenian ini tidak terpilih untuk mewakili Indonesia dikancah internasional di Jepang pada waktu itu.
Tim kesenian sintren di Dukuh Siwatu memiliki nama Trubus Budoyo. Nama ini berasal dari kata trubus yang berarti harapan dan budoyo yang berarti budaya atau dapat juga diartikan sebagai harapan akan budaya ini (sintren) akan terus bersemi. Harapan ini diwujudkan masyarakat dengan terus menggelar kesenian ini pada saat liburan dan waktu-waktu tertentu. Pemerintah juga berupaya untuk melestarikan kesenian sintren. Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah membuat festival tari sintren. Bahkan pemerintah juga mengadakan perlombaan sintren tingkat kabupaten yang dimenangkan oleh tim kesenian sintren siwatu pada tahun 2014 lalu.
Review by Ariany