BUDAYA KRETEK YANG MELEGENDA
TIM I KKN UNDIP 2017 hadir di Kecamatan Bansari, bukan sekedar memenuhi tugas dan keperluan akademik, namun juga untuk mengabdi dan mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah. Dimana desa sendiri merupakan pondasi yang sangat penting dari sebuah negara. Saat ini budaya kretek mulai ditinggalkan oleh orang-orang di kota, mengingat bahwa bahan baku yang sulit serta sudah adanya produk SKM (Sigaret Kretek Mesin) yang lebih mudah didapatkan dimana saja. Tetapi tidak tepat kami rasa jika mahasiswa yang merupakan teman dekat rakyat kecil, tidak peduli terhadap budaya yang akan hilang. Meskipun rata-rata para peserta KKN tidak merokok bahkan menolak rokok, tidak ada salahnya kami membantu warga desa untuk kembali bangkit dari keterpurukan dengan berbagai cara.
Budaya kretek di Desa Purborejo sudah ada sejak lama. Warga sekitar mayoritas bermatapencaharian sebagai petani tembakau. Hal ini yang menjadi latar belakang mengapa budaya kretek di Desa Purborejo ini sangat kuat dan melegenda. Salah satu perangkat desa pun menegaskan dengan logat jawa kental yang khas “nek warga kene jarang ngerokok, tapi biasane ngelinting”. Gelak tawapun memenuhi seisi ruangan di rumah salah satu perangkat desa.
Bagi Purboranger sendiri, budaya kretek merupakan budaya yang dibawa oleh bangsa Eropa, namun disempurnakan secara nikmat oleh bangsa Indonesia. Dengan berbagai campuran dalam proses pelintingannya, seperti cengkeh, dan kemenyan. Semua campuran tersebut dibakar dengan nikmat oleh para warga desa yang menghasilkan aroma wangi yang khas dari tembakau itu sendiri. Beberapa anggota timpun mencoba merasakan bagaimana sajian yang dibuat oleh para warga desa. “sangat kuat tapi aromanya juga sama kuat dan khas” ujar Kelvin, salah satu anggota Purboranger.
Yang kami temukan disini sangatlah rumit dan politis, karena petani tembakau disini merasa kurang disentuhnya oleh rezim pemerintahan saat ini. Ditambah lagi berbagai LSM dan lembaga-lembaga kajian lainnya memunculkan berbagai propaganda anti tembakau yang semakin menyengsarakan rakyat kecil. Terutama dari aspek politis dimana terkadang banyak stereotipe dari masyarakat luas bahwa “tidak merokok berarti orang yang baik-baik”. Hal itu membuat pemerintah ingin mendapatkan image depan masyarakat dan mengeluarkan pelbagai kebijakan yang bahwasanya menolak tembakau. “Rokok bukanlah sebuah acuan psiokolgis seseorang baik atau buruk, baik atau tidaknya akhlak seseorang tidaklah ditunjukan oleh kepulan asap” ujar salah satu reporter kami.
Mahasiswa harus dapat menjadi air penyejuk bagi para warga desa yang tertindas oleh politisasi rezim-rezim. Mahasiswa adalah kaum intelek yang sangat diharapkan mampu untuk menopang masyarakat kecil ketika para kaum-kaum kapitalis memeras habis mereka. Penulis mengutip beberapa kalimat yang sekiranya dapat membakar semangat juang pengabdian bagi seluruh pembaca. “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda” – Tan Malaka. Dan “Aku bersamamu orang-orang malang.” – Soe Hok Gie. HIDUP MAHASISWA! HIDUP RAKYAT INDONESIA!