BERMODAL PALU, MEREKA BERJUANG!

Palu
MEMECAH REZEKI DENGAN PALU

Sabtu (21/1) Tim purboranger berjalan menyusuri jalan beraspal desa purborejo yang dingin, sekilas kami melihat di beberapa tempat orang-orang sedang berkumpul, bekerja, ataupun aktifitas lainnya seperti biasa. Namun ada satu aktifitas yang dilakoni oleh 2 orang yang sudah senja umurnya. Bukan bermain dengan cucu ataupun menikmati umur senja mereka. Namun mereka sedang berjuang memenuhi kebutuhan hidup bermodalkan palu.

Bermodalkan palu mereka berjuang memecahkan batu-batu yang sudah mereka ambil dari kali. Luar biasa, diumur yang sudah senja Mbah Rio dan istrinya Mbah Ria (Nama samaran .red) mereka tidak bermanja-manja kepada anak-anak mereka yang sudah merantau keluar kota. Mereka tetap mandiri dengan palu yang dihantamkan keras tanpa ragu terhadap bebatuan tersebut hingga menjadi kerikil. Usaha itu dilakoni tiap harinya bahkan ketika cuaca tidak mendukung kadang kala mereka juga tetap mengayunkan palu mereka.

Biasanya batu-batu kali yang dipecahkan menjadi kerikil tersebut akan dijualkan kepada warga lainnya yang juga membutuhkan batu, ataupun kepada toko-toko bangunan. Harga yang ditetapkan oleh pembelipun beragam, namun rata-rata penjualan adalah 200 ribu rupiah untuk satu bak mobil pick up. Kami tidak berani menanyakan seberapa lama dan usaha yang mereka lakukan untuk 200 ribu tersebut.

Kami menyimpulkan dari pemikiran dan pantauan kami ke sungai-sungai yang biasanya diambili batunya, bahwasanya pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk turun dari jalan ke sungai kali tersebut. Selain itu sungai tersebut rata-rata memiliki arus yang cukup deras dan dapat menghanyutkan tubuh mereka yang kurus tersebut. Bahkan kami tidak sanggup membayangkan betapa licinnya bebatuan yang dijadikan tapak jalan menuju kearah sungai. Kemudian resiko kesehatan yang dialami seperti kerusakan bentuk tulang akibat mengendong batu kali yang berat menuju keatas kembali.

Kami sebagai timpun menyimpulkan bahwasanya kami binggung akan kondisi ini, bagaimana tidak, kami tidak berhak melarang mereka bekerja karena kami juga tidak memiliki solusi pasti dan efektif untuk mengepulkan kembali asap dapur mereka. Mereka juga tidak mungkin dibiarkan terus menjalani kehidupan seperti itu, “sangat tidak manusiawi melihat sesama manusia yang sudah senja umurnya masih pekerjaan yang berbahaya, namun apadaya itulah hidup yang kejam, kita hanya bisa berterima kasih kepada mereka, karena mereka turut membantu pembangunan meskipun kecil hasilnya, tapi sungguh besar pengorbanannya”

Kita sebagai mahasiswa harus mulai kembali kepada hakikatnya sebagai mahasiswa yang berfikir dan bertindak. Kita merupakan sahabat bagi 3 kelompok, yaitu sesama rekan mahasiswa, rakyat kecil, dan mereka yang tertindas. Kita tidak boleh hanya menjadi mahasiswa academic oriented atau IPK oriented. Masa kemahasiswaan merupakan masa-masa pembelajaran untuk hidup lebih merakyat, kita tanggalkan status sosial kita. Kita samakan asa dan mata. Jauhkan rasa berbeda tapi eratkan diri dengan tenggang rasa. Satukan tujuan untuk menemukan solusi dari permasalahan sosial-sosial yang ada.

Permasalahan mbah Rio dan Mbah Ria, bukan merupakan permasalahan ekonomi semata, namun permasalahan sosial yang dimana Mbah Rio dan Mbah Ria menjadi korban dalam lingkaran setan perekonomian. Mereka menjadi korban dari lingkaran setan kehidupan, mereka mencari batu untuk kaum borjuis, dan kaum borjuis memainkan harga pasar yang perlahan mencekik mereka para korban sehingga mereka harus terus berkerja dan bekerja. Wahai Mahasiswa, jangan biarkan sahabat kita dijajah bangsa kita sendiri.

 

-DCF